Ibu atau Istri, Mana Yang Harus Didahulukan?
Siapakah yang lebih prioritas, apakah bakti suami sebagai anak kepada ibunya atau kewajiban suami kepada istrinya? Ibu atau Istri yang harus didahulukan? Ini adalah pertanyaan yang senantiasa terlintas di benak kita. Terjebak pada kondisi seperti ini memang sangat meresahkan jiwa.
Keutamaan Seorang Ibu dalam Islam
Betapa banyak keutamaan hak seorang Ibu terhadap anaknya kita temukan di dalam agama yang haq ini. Allah Ta’ala berfirman :
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. Al-Ahqaaf : 15)
Ayat ini memberi kita pelajaran akan besarnya pengorbanan seorang Ibu terhadap anaknya. Dia memiliki 3 macam kesulitan dan kesusahan. Yang pertama adalah dia mengandung kita selama 9 bulan, kemudian mengalami proses melahirkan yang mengancam jiwanya dan selanjutnya ia dengan sabar menyusui kita. Inilah mengapa kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada Ibu tiga kali lebih besar dibanding Bapak kita. Sebagaimana di dalam sebuah hadits:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Bahkan kedudukan seorang Ibu ternyata lebih diutamakan dibanding pergi berjihad (jihad yang fardhu kifayah). Sebagaimana di dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Ada seorang laki-laki yang meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berjihad, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya.
أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قَالَ: نَعَمْ.
“Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab, ‘Ya, masih.”
Beliau pun bersabda
فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ.
“Maka pada keduanya, hendaklah engkau berjihad (berbakti).’” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Betapa banyak hak-hak seorang Ibu yang harus kita penuhi guna membalas kebaikannya mulai dari melahirkan dan memelihara kita di waktu kecil hingga membesarkan kita sampai sekarang. Sehingga cukuplah dari Sahabat Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhu menjadi penasehat bagi kita untuk senantiasa berbuat yang terbaik demi kebahagiaan Ibu kita.
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11; Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari berbagai dalil tersebut, ini menunjukkan bahwa wajibnya kita untuk berbakti kepada kedua orang tua terkhusus Ibu kita. Dan durhaka kepadanya adalah dosa besar.
Keutamaan Seorang Istri dalam Islam
Demikian pula kedudukan seorang istri dalam islam, seorang suami diperintahkan agar mereka tidak menyulitkan istri-istri mereka sesuai dengan batas-batas yang diajarkan dalam islam. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Alqur’an :
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka…” (QS. At-Talaq : 6)
Tanda baiknya dan sempurnanya keimanan seorang suami adalah dengan berbuat baik kepada Istrinya. Sebagaimana nasihat Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, suami teladan umat ini kepada kita semua,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku”.
(HR At-Thirmidzi no 3895 dari hadits Aisyah dan Ibnu Majah no 1977 dari hadits Ibnu Abbas dan dishahihakan oleh Syaikh Al-Albani (lihat As-Shahihah no 285))
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
“Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya”.
(HR At-Thirmidzi no. 1162 dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Majah no 1987 dari hadits Abdullah bin ‘Amr, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (lihat As-Shahihah no 284))
Seperti halnya kepada orang tua, suami juga diwajibkan untuk berbuat baik pada istrinya selama istri tersebut taat pada suami dalam ketakwaan kepada Allah. Jika istri tidak taat pada suami (dalam konteks takwa), maka seorang suami boleh menawarkan perpisahan dengan istrinya ( mulai dari pisah ranjang sampai cerai ).
Bentuk ketaatan seorang istri pada suaminya digambarkan melalui hadits;
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sementara sementara suaminya ada di rumah, kecuai dengan seizinnya. Dan tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke dalam rumahnya kecuali dengan seizinnya. (HR. Bukhari no. 5192)
Ibu atau Istri, Mana yang Harus Didahulukan?
Secara singkat, dari ayat-ayat dan hadits di atas, kita mendapatkan ilmu bahwa Ibu dan istri memiliki kedudukan yang sama pentingnya dalam islam dan harus diutamakan dan dimuliakan. Tapi yang harus kita ingat bahwa seorang ibu yang shaleh akan melahirkan anak yang shaleh hingga tumbuh menjadi suami yang shaleh pula. Sedangkan istri yang shaleh akan menjadikan rumah tangga suaminya penuh dengan cinta dan kasih sayang, membantu suami dalam menjalankan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan memenuhi kewajibannya terhadap suaminya karena seorang wanita adalah milik suaminya dan seorang laki-laki adalah milik Ibunya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita?” Rasulullah menjawab, “Suaminya” (apabila sudah menikah). Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya lagi, “Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki?” Rasulullah menjawab, “Ibunya” (HR. Muslim)
Karena seorang wanita yang telah menikah menjadi ‘milik’ suaminya maka ketaatan kepada suaminya lebih didahulukan daripada kepada orang tuanya selama itu dalam perkara yang ma’ruf. Ingatlah pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا ».
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai boleh kuperintahkan seseorang untuk bersujud kepada yang lain tentu kuperintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya” (HR Tirmidzi no 1159, dinilai oleh al Albani sebagai hadits hasan shahih).
Kecemburuan istri terhadap Ibu suaminya adalah hal yang keliru, karena yang lebih layak untuk cemburu adalah seorang Ibu terhadap seorang wanita pendamping anaknya yang baru dikenalnya beberapa tahun saja. Untuk istri bayangkanlah jika engkau membesarkan seorang anak laki-laki. Semua rasa payah dan cinta, keringat dan darahmu tercurah. Hingga suatu saat anak laki-lakimu menikah dan memilih menghabiskan banyak waktunya bersama wanita asing atau dikenal sebagai menantu bagimu.
Istri yang shalehah tidak akan menghalangi bakti suaminya kepada Ibunya. Sebab berbakti kepada orang tua (Ibu) adalah kewajiban besar yang diperintahkan bergandengan dengan perintah beribadah kepada Allah,
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’ : 23).
Seorang istri harusnya menyadari akan kewajiban suaminya untuk berbuat baik dan berterima kasih kepada kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Allah ta’ala berfirman,
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman : 14)
Dan juga harus ia ketahui bahwa ridha dan murka Allah tergantung pada orang tuanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridha Allah terdapat pada keridhaan orang tua. Dan murka Allah terdapat pada kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi).
Memang menjadi nomor dua di hati sang suami adalah hal yang tidak disukai. Tapi dengan kesabaran dan keikhlasan mengikuti apa yang telah dituntukan oleh syariat dalam kehidupan rumah tangga, Insya Allah engkau akan lebih mudah masuk ke surga-Nya. Bukankah seorang wanita sangatlah mudah untuk masuk ke dalam surga, tidak seberat laki-laki?
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ”.
“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”. (HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany).
Hanya empat syaratnya dan itu semua cukup mudah untuk dilakukan bukan? maka bertakwalah kepada Allah dan istiqomahlah di atasnya.
Wallahu A’lam
Bagaimana klo suami sll berbohong kepda istrinya demi ibunya,contoh mau berangkatkan ibunya umroh tp ibunya maunya yg paket mahal lalu mau daftar haji gak bilang2 jg main byr pake duit suami, padahal uang kita jg pas2 san ?apakah istri hrs mengalah terhadap mertua,tampa ada komunikasi
Diatas udh dijelaskan ibu yang sholehah. Kalau suami ukhti bersusah payah demi ibu nya yg sholehah maka ukhti diwajibkan bersabar dan iklas
assalamu’alaikum, berarti bakti saya kepada ortu saya sdh putus setelah menikah? padahal ortu saya selalu membantu kebutuhan rumah tangga saya sampai sekarang.
Wa’alaikumussalam, Dear mbak Rina.
Perlu diketahui asalnya bakti kepada orang tua itu adalah wajib atas semua anak baik perempuan maupun laki-laki. Dasarnya adalah keumuman dalil untuk berbakti kepada orang tua seperti firman Allah ta’ala dalam surat Al Isra’ ayat 23:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Namun ada beberapa bentuk bakti yang sulit dilakukan oleh anak perempuan, seperti rutin mengunjungi kedua orang tuanya, karena perempuan kadang-kadang dilarang oleh suaminya mengunjungi orang tuanya. Dan sudah dimaklumi hukumnya wajib taat kepada suami (pada perkara yang ma’ruf bukan maksiat).
Komite tetap untuk fatwa di Saudi Arabia pernah ditanya tentang hukum keluarnya wanita dari rumahnya tanpa izin suami:
Pertanyaan:
Apa hukum keluarnya seorang wanita dari rumahnya tanpa izin suami?apa hukumnya jika dia tinggal di rumah ayahnya tanpa izin suaminya?dan mengutamakan ketaatan kepada orang tuanya daripada ketaatan kepada suaminya?
Jawaban:
Seorang wanita tidak boleh keluar rumah suaminya tanpa izin darinya, baik (keluarnya.pent) itu untuk kedua orangtuanya atau selain mereka. Karena ini termasuk dalam hak suami yang wajib ditunaikan istri. Kecuali jika ada hal-hal syar’i yang membolehkan wanita tersebut terpaksa keluar.
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 19/165]
Kewajiban suami atau anak laki-laki berbakti kepada orang tuanya adalah lebih besar dibanding seorang istri meski status keduanya adalah sama, yaitu seorang anak.
Dan yang baiknya adalah seorang suami hendaknya senantiasa membantu istrinya untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, begitupun sebaliknya. Intinya sebuah keluarga akan senantiasa berada dalam kebaikan selama suami dan istri saling membantu dalam mencari Ridha Allah Ta’ala, dan diantara cara untuk mendapatkannya adalah dengan ridhanya orang tua kita.
Allahu a’lam bishshowab
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka…” (QS. At-Talaq : 6)
Assalamualaikum, saya istri yang sekarang menjadi tulang punggung keluarga, suami saya tidak sanggup untuk menafkahi saya walaupun dalam keadaan sehat, malah suami saya juga meninggalkan hutang yang harus saya bayar akibat ingin membangun rumah untuk orang tua, yang lebih menyakitkan hati saya lagi kalau suami saya ada rejeki sedikit bukannya diberikan untuk anaknya justru malah diberikan ke Ibunya, saya mati – matian membiayai sehari – hari, membayar hutang yang ditinggalkan, bagaimana itu hukumnya, bolehkah saya meminta cerai?
Begini kalo posisinya suami saya ada uang untuk kebutuhan anak dan istrinya jg ga mencukupi apakah kita beri untuk orang tuanya yang sedang butuh juga? Mereka sudah tidak punya usaha. Jd suami saya harus bagaimana??? Dua duanya wajib… mohon penjelasanya
Assalamualaikum.
Mau bertanya Jika posisi suami diantara ibu dan istri dan ke 2 nya memerlukan bantuan Siapa org yg pertama kali diberikan pertolongan? Jika posisi atau letak kejadiannya istri lebih dekat dari ibu.
Tolong bs di cek ulang..Slama sy baca dr atas sampe akhir..klo gak slh..maaf..itu ada kata” ORANGUTAN…maksud’y gimana y?…apa yang di maksud tu ‘ORANGTUA’ y….
Assalamualaikumm,sy seorang istri.
Sy tinggal bersama kedua mertua sayaa.
Sedikitnya sy tau,bahwa anak laki2 itu berbakti kepada ibunya sampai seumur hidupnya.
Tp setelah beberapa bulan,ibu mertua sy makin kesini semakin mencampuri urusan rumah tangga saya.
Yg sangat sy tidak sukai,ibu mertua sy selalu menganggap anak laki2’y belum berkeluarga.
Jadi apapun masalahnyaa ibu mertua sy selalu ngasih keputusan tanpa bertanya kepada sy.apakah sy setuju atau tidak..
Awalnya sy mengerti dan memahami,tp setelah makin ke sini…sy jd tidak lebih sabar.
Bahkan di depan suami sy ibu mertua sangat2 baik,tp tidak saat di rumah hanya ad sy dan ibu mertua sy.
Sy fikir awalnya yg salah adlh sy,jd sy memakluminya…tp semakin kesini malah semakin sy tidak d hargai lagi sebagai istri.itu meurut sy…
Apakah baiknya sy memiliki tempat tinggal sendiri tp berdekatan dg rumah kedua orang tua suami sy.
Karena sangat sulit,satu atap ada 2 kepala.
Mohon peneranganya admin.trmkasih
Waassalamm
Assalamualaikum, saya seorang istri . Ada kejadian salah paham antara saya dan suami. Ketika suami sy libur dia selalu meminta untuk kerumah orang tua nya, saya tidak pernah melarang itu . Tp ada kalanya saya sebagai isti jg ingin menghabiskan waktu sehari saja berdua sekedar jalan” atau makan diluar .karna suami saya sibuk bekerja dan sering lembur . Ketika itu suami saya salah menangkap omongan saya yg membuatnya marah, dia berfikir kalau saya melarang nya kerumah org tua nya . Dia marah besar dan mengatakan “kalau saya disuru pilih, saya akan pilih orang tua saya dibanding kamu(saya)” dan “lebih baik saya kehilangan kamu dibanding orang tua saya” . Hati saya bisa dibilang hancurr saat itu, saya benar” sakit hati saat suami saya berkata didepan saya seperti itu . Saya tau apa yg dikatakan suami saya itu benar. Tetapi knp ia mengatakan itu lantang seakan ingin kehilangan saya. Jujur dr awal pernikahan saya sll mendukung suami agar ttp patuh kepada kedua orgtua nya .Dari kejadian ini sy berfikir Peran saya sebagai seorang istri jd tidak berarti selama ini . Saya harus bagaimana ?
Assalamualaikum, Saya ingin bertanya blhkh istri memberi batasan suamix dlm memberi nafkah kpd orng tuax ? Dgn alasan istri ingin kebutuhan rmh tanggax diperhitungkan dan dickupkn dlu selama 1 bln kedpn, baik dlm kebutuhan mkn sehari-hari ataupun membayar cicilan hutang. Terima kasih
Assalamualaikum wr wb
Pertanyaan saya…istri saya hanya tau dengan kesalahan saya saja..entah itu terhadap nya atau orang tua nya atau orang lain kesalahan kecil pun dia perdebatkan padahal selama ini saya sudah memenuhi kewajiban saya menafkai istri dan anak saya .saya juga tidak lupa membantu mertua saya walau pun mereka tidak memikirkan saya
Assalamu alaikum. Saya ingin brtanya gimana jika ada suami tidak adil terhadap ibu dan istrinya? Suami mendomina trhadap ibunya dari pada istrinya dia tidak menhiraukan istrinya padahal istri juga seorang ibu dari anak- anaknya..? Trmaksud suami tidak prnh jujur trhadapa istrinya dalam segalahal dia lebih jujur trhadap keluarganya sendiri ,apa suami tdk brdosa kepada istrinya.
Asalamualaikum, bagaimana dengan suami yg meminta istrinya berhenti bekerja sedangkan dia sendiri tdk bekerja dan menumpangkan hidup drmh ibunya yg hanya sebagai buruh. Sedangkan kebutuhan anak dan istrinya tdk terpenuhi apa harus diikuti
Apakah seorang istri tidak boleh berbakti kepada ibunya???? padahal sama kl tidak ada ibu tidak lahir lah anak perempuan maupun anak laki2…jd pendapat saya semua harus lah adil, suami harus bertanggung jawab untuk keutuhan rumahtangganya, sebagai orang tua yg baik pastilah mengerti krna keadaan anak mereka skrg sudah berumah tangga. karena kedua org tua dr pihak perempuan atau pun pihak laki2 sama2 merasa kehilangan…dan harus mengerti satu sama lainnya, iinsya allah kl sama2 mengerti dgn keadaan pasti tidak ada kecemburuan…dan pasti kita (suami istri) akan berbakti kpd orang tua kami dr pihak suami maupun istri yg selalu mengerti dan memahami dan menyayangi kita.
Islam itu flexibel
Kalau suami suka berbohong pada istrinya mengenai bantuan ataupun bentuk ketaatan lainnya yg diberikan untuk ibunya….biasanya itu karena istri kurang mendukung suami dalam taat &berbakti pd ibunya. Dan hal ini seharusnya tidak boleh terjadi.
Kalau cemburu pada suami akan wanita lain itu sangat wajar tapi kalau cemburu pada suami akan ibunya yg telah melahirkannya itu namanya istri kurang ajar…hehe.
Salam.
mintak suaranya bagaimana kaLau suami seLaLu mementingkan ortuNya dari pada anak istrinya dari segi waktu dan uang,suami saya kerja 6bulan aja daLam 1tahun waktu kerja pun gaji sering buat kebutuhan orang tuaNya membayar hutang orang tuanya tp masih aLkhamduLiLah saya bisa berkerja untuk memenuhi kebutuhan sehari2 untuk kebutuhan anak saya sering protes sama suami karena sering mendahulukan orang tuanya ketika suami TDK kerja saya harus kerja ngerawat anak suami kadang maLah LBH sering membantu orang tuanya padahal kami kadang jg susah ngatur waktu keuangan pas2an maLah sering2 orang tua saya masih sering membantu kebutuhan sehari2 saya,mintak saran dan pendapatnya saya harus bersikap bagaimana,
bagaimana klw setelah menikah kita belum punya rumah terus suami ngajak tinggal sma orang tuanya tpi orang tuanya tidak baik sma menantu nya malah sring jelek”in menatunya padahal istrinya baik sama mertua dan adik”ipar nya sampai mertua tega ngusir menantu nya itu kaya binatang sampai enggak lihat cucu nya yang msih kecil.. apa yang harus di lakukan suami harus bela istri atau orang tua nya
Assalamualaikum wr wb….
ustad, saya hanya punya tinggal ibu saja…saya juga sudah menikah…tapi ada hal konflik pelik di rumah tangga saya sampai istri saya meminta pisah rumah dengan ibu saya ( mengusir )…di sini posisi saya anak satu-satunya….
juga istri sya bnyak minusnya, contoh : tidak ridho klau saya kunjungi ibu saya..
suka membangkit masalah penghasilan saya…saat ada masalah/ribut selalu mnyebut ” menyesal menikah dengan kamu”…..
Apa saya tetap bertahan di rumah tangga seperti ini atau saya pilih ibu saya ? Mohon jawabnnya ustad…
Wassalam
Keadilan yg sempurna hanya milik Allah, kt sebagai mahluk hanya bs berusaha. Baik itu suami maupun istri untuk sama2 memberikan perhatian pd yg berhak, tidak kurang dan tidak lebih. Tidak ada pihak yg lebih berhak diperhatikan, dipilih maupun disayang. Baik itu ibu maupun istri. Hal ini dikarenakan keduanya telah sama berkorban besar dalam kehidupan seorang suami, ibu yang telah melahirkan dan mengurusnya, istri yg telah rela berbakti padanya dan meninggalkan kedua orangtuanya yg telah menyayangi, mendidiknya bahkan memindahkan letak surganya pada suami. Namun, jarang sekali seorang suami yg mengerti hal ini, semoga kt senantiasa diberikan hati yg lapang akan segala cobaan agar selalu dapat bersabar trhadap ujian yang mempengaruhi keberkahan berumah tangga.
ini setuju sekali.karna kalo dipikir2 selalu saja jika membahas bakti suami the orangtua,istri harus membayangkan bgmn pengorbanan ortu dlm melahirkan & merawat suami yg itu tidak pernah dilakukan oleh istri utk suaminya.Memang benar,tapi jika membahas sisi itu.maka bgmn dg ortu seoran perempuan?tenaga,sakit,peouh,perjuangan seluruhnya sama antara merawat anak laki2 & perempuan.lantas ketika menikah perempuan “diambil” oleh seorang yg juga tdk lebih lama dikenal drpd ortunya.Sungguh sedih ketika membayangkan perasaan ortu (pihak perempuan).Alangkah baiknya jika kedua ortu baik pihak laki2 maupun perempuan sama2 saling pengertian demi kebaikan anak2nya.Karna ortu yg menyayangi menantu dg tulus, pengertian,serta tidak pencemburu kpd menantu adl ortu yg luar biasa,dan tidak ternilai dg apapun.Bahkan justru dengan sikap legowo ortu (baik pihak laki maupun perempuan),akan menumbuhkan rasa kasih sayang & respect dengan sendirinya dr pihak menantu & bahkan insyaallah akan berbalas kebaikan / ketulusan yg serupa dari menantu.Karena Allah telah menjanjikan bahwa “tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula.” (Ar Rahman:60) Wallahu a’lam bi shawab
Sya tdk prnah punya rsa cemburu terhadap Ibu mertua,bahkan ku menyayanginya mengharapkan suami menomorsatukan Ibu nya,karna ku sangat faham kewajiban dia sebagai anak dan aku sebagai istri,tapi teryata perlakukan yg ku terima sebaliknya,Ibu mertua tidak menyukai ku kecuali jika ku memberi hadiah berharga baru terlihat Ibu menyukai ku(bkn suudzon tapi itu kenyatàan yg terasa)
bahkan menyurh ku cari suami lain selain suamiku,pernah karna anak sakit,suami nyuruh aku pinjam uang ke adek nya,dan yg memberi Ibu nya,setelah keluar dari Rs,Ibu berkata dengan suara keras,sambil Menunjuk2 wajah ku,,uang yg kemarin itu pinjaman ya bukan di kasih,kalau Sudah ada kembalikan,dlm rumah ada suami tapi dia diam saja,ketika suatu hari kusampaikan sedikit dari hal yg ku alami,
teryata suami menjawab dngn enteng,Ibu kan ngomong nya sama kamu bukan sama mase,Bagiku jawabannya itu menyakitkan untuku,sebab aku bertahan dari Kehancuran ketika aku di Labrak perempuan dan baca sms dngn mata kepala ku sendiri,bertahan demi anak dan karena rasa sayang pada suami&Ibu.
Suami juga tidak pernah perduli dngn orang tuaku yg dri kecil tinggal sebelah,padahal kalau kita lagi gk ada uang bpk ku lah yg kasih uang untuk mkn aku & anak, aku ini mencari uang sendiri untuk kebutuhan ku termasuk jika bpku sakit aku yg bertanggungjawab,gk berani aku minta ma suami karena Jngnkan untuk keluarga ku, untuk diriku saja tidak pernah ngasih kecuali untuk anak,,bertahun2 seperti itu,,hingga yg terakhir ku masih coba bertahan.
Tapi Tidak pernah suami bertanya kenapa ku menangis kenapa ku diam,dsb,malah aku di belikan tiket untuk pulang ke rumah ku sendirian,tanpa ada kata2 setelah sampai di rumah ku tunggu sampai 2 minggu dia tidak bertanya kbrku,sampai tidak nya ku di rumah mati /hidup…akhirnya itu cukup yg terakhir aku minta di lepaskan,Iya dia dngn mudah Melepaskan tanpa bertanya apa dan kenapa bahkan aku tidak bisa terhubung dngn anak..
Suami ku itu tidak pernah amal Agama bahkan kalau ku minta untuk sholat pun jawaban nya blm dapat Hidayah,,,Astagfirullahal’adziim
Padahal menurut ku Hidayah itu milik ALLAH hanya di beri pada hamba2 Pilihan NYA saja,
Jln yg ku tempuh dan mereka tempuh berbeda, biar pun aku manusia bodoh tapi aku sangat menjujung tinggi Agama,,,aku juga gagal mendidik anak dngn cara yg benar,, mereka lebih membiarkan bahkan dlm hidup mereka Agama itu nanti juga tahu sendiri TAPI bagiku kalau gk di didik dari kecil apa jadi nya,,
Aku pernah minta anak di pesantrenkan, tapi Teryata Ibu bilang 👉yaa di pesatren nanti keluar dari sana,hidup mu cuma untuk sembahyang doang..Aku sebagai Ibu dari anaku dan sebagai hamba ALLAH, Aku Sangat sakiiiit,, Tapi aku serahkan semua pada ALLAH sebab DIA lah yg lebih tahu mana2 yg terbaik, Yg penting sekarang aku fokus untuk Agama dan mencari nafkah tuk diriku..
Ingin rasanya aku di beri uang/di nafkahi oleh Seorang lelaki bernama suami.
Keluarga ku hancur karena sikap suami&Ibu nya,dulu waktu blm pisah,suami menghubungi kalau tanya/butuh uang,,aku dngn senang hati memberi berapapun dia mau,tapi hanya uang yg berharga sedang diriku tiada artinya..